Jumat, 08 November 2019

Kehidupan Masyarakat Indonesia Masa Praaksara

MASYARAKAT INDONESIA MASA PRAAKSARA
Praaksara atau prasejarah merupakan kurun waktu (zaman) pada saat manusia belum mengenal tulisan atau huruf. Praaksara disebut juga zaman nirleka, yaitu zaman tidak ada tulisan. Setelah manusia mengenal tulisan maka disebut zaman sejarah. Berakhirnya zaman prasejarah setiap bangsa berbeda-beda berdasarkan perkembangan setiap bangsa tersebut serta informasi yang masuk ke bangsa itu.
 Praaksara atau prasejarah merupakan kurun waktu  Kehidupan Masyarakat Indonesia Masa Praaksara
Pada awal kehidupannya manusia belum mengenal adanya tulisan. Mereka diperkirakan hanya menggunakan bahasa lisan maupun bahasa isyarat sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Maka tidak ada peninggalan pada masa ini yang bersifat tertulis. Untuk menuliskan kembali kehidupan masyarakat prasejarah yang tidak meninggalkan peninggalan yang tertulis maka diperlukan benda-benda peninggalan masyarakat prasejarah sebagai pendukungnya. Benda-benda prasejarah ada yang berupa alat-alat dari batu, kayu, tulang, besi, perunggu, tanah dan fosil.
Suatu masyarakat berusaha untuk mewariskan kebudayaannya untuk keturunan selanjutnya. Pada masyarakat praaksara pewarisan tersebut dilakukan secara lisan. Tradisi ini sangat berkaitan dengan adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat.
Tradisi lisan adalah kesaksian lisan yang disampaikan secara Verbal dari satu generasi ke generasi berikutnya. menurut Jan Vasina istilah tradisi lisan disebut Oral Tradition. Ciri-ciri tradisi lisan ialah

  1. Pesan-pesan disampaikan secara lisan (ucapan, nyanyian maupun musik).
  2. Tradisi lisan berasal dari generasi sebelumnya.

Pada masyarakat praaksara yang belum mengenal tulisan, pewarisan masa lalu dilakukan dengan cara lisan. Dengan tujuan agar generasi penerus mengetahui kejadian-kejadian penting di masa lalu yang telah dialami oleh leluhurnya. Berikut beberapa cara masyarakat praaksara mewariskan kebudayaannya

a. Melalui keluarga
Lingkungan sosial yang pertama yang dikenal individu sejak lahir adalah Keluarga. Ayah, Ibu dan anggota keluarga lainnya merupakan lingkungan sosial yang secara langsung berhubungan dengan individu. Sosialisasi yang dialami individu secara intensif berlangsung dalam keluarga. Pengenalan nilai, norma, dan kebiasaan untuk pertama kali di tererima dari keluarga. Pengaruh sosialisasi yang berasal dari keluarga sangat besar pengaruhnya bagi pembentukkan dan perkembangan kepribadian individu. Cara sosialisasi dalam keluarga pada masyarakat praaksara ialah
1.  Adat istiadat
Adat istiadat merupakan kebiasaan yang dilakukan dalam suatu kelompok. Setiap keluarga memiliki adat istiadat atau kebiasaan. Tradisi dan adat kebiasaan tersebut diwariskan kepada anak melalui sosialisasi.
2.  Cerita dongeng
Cerita dongeng juga salah satu cara untuk mewariskan masa lalu. Pada cerita dongeng disisipkan pesan-pesan mengenai sesuatu yang dipandang baik untuk dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Dongeng adalah cerita rakyat yang tidak benar-benar terjadi, diceritakan karena berisi petuah, kebaikan mengalahkan kejahatan, ajaran moral, dan petuah bijak lainnya. Ada dongeng binatang (fabel) di Bali yang terkenal dengan nama tokoh Tantri dan di Jawa ada tokoh Si Kancil. Dongeng manusia contohnya Jaka Tarub yang mencuri pakaian bidadari berasal dari Jawa Timur, dongeng Pasir Kumang dari Jawa Barat, dongeng Raja Pala dari Bali, dongeng Meraksamana dari Papua, dongeng Ande-Ande Lumut dan Brambang Bawang dari Jawa Tengah, dan dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih dari Jakarta. Dongeng lucu, contohnya, Si Kabayan dari Jawa Barat, Gasin Meuseukin dari Aceh, dan Singa Rewa dari Kalimantan Tengah.

b. Melalui masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya, wilayah, identitas dan berinteraksi dalam suatu hubungan social yang terstruktur. Hal ini disebabkan karena tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa orang lain. Masing-masing masyarakat memiliki adat-istiadat yang berbeda satu sama lain.
1.     Adat istiadat
Setiap masyarakat memiliki adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Adat istiadat dapat menjadi sarana untuk mewariskan masa lalu kepada generasi penerus. Masa lalu yang diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya terkadang tidak sama persis dengan yang terjadi pada masa lalu, tetapi mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
2.     Pertunjukan Hiburan
Sarjana purbakala Dr.J.L Brandes ( Jan Laurens Andries Brandes ) menyatakan bahwa menjelang masuknya pengaruh Hindu-Budha atau menjelang kehidupan masyarakat Indonesia mengenal tulisan, telah memiliki 10 unsur pokok kebudayaan asli Indonesia, yaitu :

1)Bercocok tanam padi. Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman Neolitikum, yaitu manusia hidup menetap. Mereka terdorong untuk mengusahakan sesuatu yang menghasilkan (food producing). Sistem persawahan diawali dari sistem ladang sederhana yang belum banyak menggunakan teknologi, kemudian meningkat dengan adanya teknologi pengairan hingga lahirlah sistem persawahan.

2)Mengenal prinsip dasar permainan wayang, dengan maksud untuk mendatangkan roh nenek moyang.
Kesenian wayang semula berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Semula wayang diwujudkan sebagai boneka nenek moyang yang dimainkan oleh dalang pada malam hari. Dengan beralaskan tirai dan tata lampu di belakangnya serta boneka yang digerak-gerakkan sehingga terlihat bayangan boneka seolah-olah hidup. Jika dalang kemasukan roh nenek moyang, sang dalang akan menyuarakan suara nenek moyang yang berisi nasihat-nasihat kepada anak cucu mereka. Setelah kedatangan hinduisme ke nusantara maka kisah nenek moyang digantikan kisah Ramayana dan Mahabharata. Bonekanya kemudian diganti dengan bentuk tokoh dalam cerita Mahabharata. Fungsinya pun beralih sebagai pertunjukan dan penontonnya melihat dari depan tirai.

3)Mengenal seni gamelan yang terbuat dari perunggu.
Seni gamelan ada kaitannya dengan seni wayang. Seni gamelan ini dipakai untuk mengiringi pertunjukkan wayang. Pada waktu musim bercocok tanam sudah usai masyarakat kuno itu membuat alat musik gamelan, mengembangkan seni membatik, dan mengadakan pertunjukan wayang semalam suntuk untuk dapat dilihat oleh masyarakat di sekitarnya.

4)Pandai membatik (tulisan hias)
Seni membatik merupakan kerajinan membuat gambar pada kain. Cara menggambarnya mempergunakan alat canting yang diisi bahan cairan lilin (orang Jawa menyebutnya malam) yang telah dipanaskan, lalu dilukiskan pada kain sesuai motifnya.

5)Pola susunan masyarakat macapat
Sistem mocopat adalah suatu kepercayaan yang didasarkan pada pembagian empat penjuru arah mata angin, yaitu utara, selatan, barat, dan timur. Sistem mocopat dikaitkan dengan pendirian bangunan, pusat kota atau pemerintah (istana), alun-alun, tempat pemujaan, pasar, dan penjara. Peletakan bangunan tersebut dibuat skema bersudut empat di mana setiap sudut mempunyai kemampuan dan kekuatan secara magis. Itulah sebabnya mengapa setiap desa pada zaman kuno selalu diberi sesaji pada waktu-waktu tertentu, bahkan hari pasaran menurut perhitungannya juga dikaitkan dengan sistem mocopat, yaitu 1) arah barat diletakkan pon jatuh hari Senin dan Selasa, 2) arah timur diletakkan legi jatuh hari Jumat, 3) arah selatan diletakkan pahing jatuh hari Sabtu dan Minggu, 4) arah utara diletakkan wage jatuh hari Rabu dan Kamis, dan 5) arah tengah diletakkan kliwon jatuh hari Jumat dan Sabtu. Jadi pola susunan masyarakat mocopat merupakan suatu kepercayaan dalam menata dan menempatkan suatu bangunan yang bersudut empat, dengan susunan ibu kota pusat pemerintahan terdapat alun-alun di sekitar istana, serta ada bangunan tempat pemujaan, pasar, dan penjara.

6)Telah mengenal alat tukar dalam perdagangan
Sistem ekonomi dengan mengenal perdagangan, Kebutuhan hidup manusia selalu menuntut untuk dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat kuno saling bertukar barang (barter) dari satu wilayah ke wilayah lain.

7)Membuat barang-barang dari logam, terutama perunggu

8)Memiliki kemampuan yang tinggi dalam pelayaran.
Kemampuan berlayar dan berdagang dengan memanfaatkan angin musim, bahkan mereka sudah berani mengarungi laut luas. Nenek moyang bangsa Indonesia datang dari Yunan sebelum Masehi. Mereka sudah pandai mengarungi laut dan harus menggunakan perahu untuk sampai di Indonesia. Kemampuan berlayar ini dikembangkan di tanah baru, yaitu di Nusantara, mengingat kondisi geografi di Nusantara terdiri banyak pulau. Kondisi ini mengharuskan menggunakan perahu untuk mencapai kepulauan lainnya. Salah satu ciri perahu yang dipergunakan nenek moyang kita adalah perahu cadik, yaitu perahu yang menggunakan alat dari bambu atau kayu yang dipasang di kanan kiri perahu. Pembuatan perahu biasanya dilakukan secara gotong royong oleh kaum laki-laki. Setelah masa per- undagian, aktivitas pelayaran juga semakin meningkat. Perahu bercadik yang merupakan alat angkut tertua tetap dikembangkan sebagai alat transportasi serta perdagangan. Bukti adanya kemampuan dan kemajuan berlayar tersebut terpahat pada relief candi Borobudur yang berasal dari abad ke-8. Relief tersebut melukiskan tiga jenis perahu, yaitu 1) perahu besar yang bercadik, 2) perahu besar yang tidak bercadik, dan 3) perahu lesung

9)Mengenal pengetahuan astronomi
Pengetahuan astronomi (ilmu perbintangan) sudah dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan memanfaatkan teknologi angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan. Selain digunakan untuk mengenali musim, ilmu astronomi juga sudah dimanfaatkan sebagai petunjuk arah dalam pelayaran, yaitu Bintang Biduk Selatan dan Bintang Pari (orang Jawa menyebut Lintang Gubug Penceng) untuk menunjuk arah selatan serta Bintang Biduk Utara untuk menunjukkan arah utara. Kemampuan astronomi dan angin musim ini telah mengantarkan mereka berlayar ke barat sampai di Pulau Madagaskar, ke timur sampai di Pulau Paskah, dan ke selatan sampai di Selandia Baru serta ke arah utara sampai di Kepulauan Jepang. Pengetahuan astronomi juga digunakan dalam pertanian dengan memanfaatkan Bintang Waluku sebagai pertanda awal musim hujan.

10)Susunan masyarakat yang teratur
Nenek moyang kita hidup berkelompok. Mereka bersepakat untuk hidup secara bersama, hidup gotong royong, dan demokratis. Mereka memilih seorang pemimpin yang dianggap dapat melindungi masyarakat dari berbagai gangguan termasuk gangguan roh sehingga seorang pemimpin dianggap memiliki kesaktian lebih. Cara pemilihan pemimpin yang demikian disebut primus inter pares, yaitu yang terutama di antara yang banyak. Jadi, seorang pemimpin adalah yang terbaik bagi mereka bersama.

3. Kepercayaan masyarakat
Sistem kepercayaan dalam masyarakat Indonesia diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan lukisan-lukisan pada dinding-dinding goa di Sulawesi Selatan. Lukisan itu berbentuk cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu diartikan sebagai sumber kekuatan atau symbol jari tidak lengkap yang merupakan tanda berkabung dan penghormatan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan terhadap roh nenek moyang ini terus berkembang pada masa bercocok tanam hingga masa perundagian. Hal ini tampak dari makin kompleksnya bentuk upacara-upacara penghormatan, sesaji, dan penguburan.

Selain penghormatan terhadap roh nenek moyang, ada juga kepercayaan terhadap kekuatan alam. Adanya kepercayaan semacam ini antara lain terungkap dengan adanya bangunan megalithikum yang dianggap memiliki kekuatan, misalnya sarkofagus. Corak kepercayaan seperti ini dinamakan dinamisme. Corak kepercayaan ini mengakibatkan adanya kepercayaan yang bercorak animisme, yang dianggap unsur-unsur utama alam menyerupai roh.

Demikianlah ulasan mengenai "Kehidupan Masyarakat Indonesia Masa Praaksara" yang pada kesempatan ini dapat sampaikan, kurang/lebihnya mohon maaf. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah menyempatkan diri berkunjung serta membaca. Sekian dan Sampai Jumpa!