Kamis, 20 Agustus 2020

Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Islam

Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Nusantara meninggalkan karya berupa bangunan seperti masjid dan makam, serta karya seni. Peninggalan Islam dapat juga kita temui dalam bentuk karya seni seperti seni ukir, seni pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan seni sastra. Peninggalan Islam yang dapat kita saksikan merupakan perpaduan antara kebudayaan Islam dan kebudayaan setempat. Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab.

Seni ukir dan seni pahat ini dapat kita dijumpai pada masjid-masjid. Seni pertunjukan berupa rebana dan tarian, misalnya tarian Seudati dari Aceh. Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam seni tulis ialah kaligrafi. Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan pada makam Malik As-Saleh dari Samudra Pasai. Itulah beberapa peninggalan kerajaan Islam yang berbentuk seni. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai peninggalan kerajaan Islam yang berbentuk karya sastra saja.

1. Hikayat
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita atau dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh sejarah. Hikayat-hikayat peninggalan kerajaan Islam mendapat pengaruh dari Arab, Persia, India, dan lain-lain. Kebanyakan hikayat-hikayat ini pada awalnya berisi dakwah kepada masyarakat atau ajakan kepada umat Islam supaya memperkuat keimanannya. Dalam hikayat bernapas Islam di Nusantara, biasanya tokoh-tokoh pahlawan tersebut dikisahkan memperjuangkan kedaulatan suatu daerah.
  • Hikayat Raja-raja Pasai, diperkirakan ditulis abad ke-14. Berkisah tentang Merah Silu yang bermimpi bertemu Nabi Muhammad, kemudian Marah Silu bersyahadat dan menjadi Sultan Pasai pertama bergelar Malik al-Saleh.
  • Hikayat Si Miskin, dikenal juga dengan nama Hikayat Marakarma. Berkisah tentang Manakarma yang lahir dari keluarga miskin, namun karena kebaikan budinya akhirnya menjadi raja. Selain pokok-pokok ajaran Islam, hikayat ini berisi ajaran moral dan anjuran menuntut ilmu.
  • Hikayat Amir Hamzah, berkisah tentang kepahlawanan Amir Hamzah dalam memperjuangkan Islam dan mempertahankan Melaka dari serangan Portugis, dan melawan mertuanya yang masih kafir. Diperkirakan ditulis sebelum tahun 1511.
  • Hikayat Bayan Budiman, berupa kisah berbingkai yang disadur dari hikayat India, Sukasaptati, yang sebelumnya telah diadaptasi ke dalam bahasa Persia oleh Kadi Hassan pada 1371. Berisi kisah tentang burung bayan yang mencegah seorang perempuan muda yang hendak berselingkuh.
  • Hikayat Prang Sabi, ditulis oleh Tgk Chik Pante Kulu pada 1881, dan menjadi inspirator jihad rakyat Aceh melawan Belanda. Berisi kisah tentang bidadari surga (ainul mardhiyah) yang menjadi jodoh bagi para pejuang yang syahid.
kerajaan Islam yang ada di Nusantara meninggalkan karya berupa bangunan seperti masjid dan Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Islam
2. Syair
Syair menjadi media penyebaran Islam bukan saja di Nusantara, tapi hampir di seluruh dunia. Syair-syair peninggalan sejarah Islam di Indonesia antara lain:
  • Syair Perahu, karya Hamzah Fansuri yang hidup di Aceh masa pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah Sayidil Mukamil (1589-1604 M). Syair ini berisi pengajaran tentang adab.
  • Syair Kompeni Walanda, yang di dalamnya berisi riwayat Nabi.
  • Syair Perang Banjarmasin, diperkirakan ditulis abad ke-16. Kendati di dalamnya berisi beberapa pokok ajaran Islam, namun syair yang tidak diketahui pengarangnya ini dipastikan pro-Belanda, sebab teks pembukanya berisi pujian atas pemerintahan Belanda. Syair ini juga mendiskreditkan Pangeran Hidayatullah sementara di mata rakyat, beliau adalah patriot.
  • Syair Siak Sri Indrapura yang berisi silsilah raja-raja Siak.
  • Syair Ikan Terubuk, syair anonim yang berupa kisah fiksi berisi kisah-kisah dengan muatan adab dan tuntunan perilaku beragama.

3. Suluk
Suluk adalah karya sastra yang berisi tentang tasawuf mengenai keesaan dan keberadaan Allah SWT. Suluk dan tembang gubahan Sunan Bonang ditulis pada daun lontar. Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil, antara lain Suluk Wijil. Suluk adalah karya sastra yang berisi tentang ilmu tasawuf. Dia juga menggubah tembang Tombo Ati (Obat Hati) yang kini masih sering dinyanyikan orang. Beberapa suluk yang lain adalah :
  • Suluk Sukarsa, berisi ajaran tentang hakikat kepemimpinan.
  • Suluk Syarab al Asyiqin, karya Hamzah Fansuri yang berisi ajaran wahdat al-wujud, dan tahap-tahap pencapaian makrifat.
  • Suluk Malang Sumirang, ditulis oleh Sunan Panggung dari Demak, sekitar tahun 1520. Berisi kritikan terhadap Sultan Demak, dan ajaran Sunan Panggung dianggap sesat.

4. Sastra dalam bentuk Kitab
Beberapa kitab peninggalan sejarah Islam, antara lain:
  • Kitab Manik Maya, ditulis pada 1740 oleh Raden Mas Ngabei Ronggo, berisi sejarah perkembangan Islam di Pulau Jawa.
  • Kitab Sasana-Sunu, digubah pada 1798 oleh Raden Tumenggung Sastranegara, berisi ajaran tentang tata cara hidup Islam, dan ajaran meneladani Rasulullah.
  • Kitab Nitisastra, digubah pada abad ke-15, tidak diketahui penulisnya. Berisi ajaran moral dan pandangan hidup berupa kebijaksanaan.
  • Kitab Nitisruti, berisi ajaran tentang filsafat dan moral. Tidak diketahui penulisnya.
  • Kitab Sastra Gending, karya Sultan Agung yang memuat ajaran filsafat dan kebajikan.

5. Babad
Babad adalah cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak masuk akal. Peninggalan Islam berupa babad antara lain:
  • Babad Tanah Jawi, ditulis oleh Carik Braja pada 1788 atas perintah Sunan Paku Buwono III. Babad ini berisi silsilah raja-raja dari zaman Mataram Hindu hingga Mataram Islam.
  • Babad Sejarah Melayu (Salawat Ussalatin).
  • Babad Raja-Raja Riau, yang berisi tentang silsilah raja-raja Riau yang bercorak Islam.
  • Babad Demak, berisi kisah Raden Patah mendirikan Kerajaan Demak.
  • Babad Cirebon, berisi kisah Pangeran Cakrabuwana membangun kota Cirebon dan membangun perkampungan Muslim.
  • Babad Gianti, diperkirakan ditulis pada 1803, membahas fenomena-fenomena politik Pulau Jawa sekitar 1741 - 1757.